Ketua KPK H. Firli Bahuri: Cukup Alat Bukti, Hakim Yustisial MA Edy Wibowo Jadi Tersangka dan Ditahan
JAKARTA - Dari rangkaian penyidikan perkara dengan tersangka Sudrajad Dimyati, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menemukan adanya kecukupan alat bukti terkait dugaan perbuatan pidana lain dalam pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).
“Langkah berikutnya yaitu KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan Tersangka EW (Edy Wibowo), Hakim Yustisial/Panitera Pengganti Mahkamah Agung,” ucap Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers, Senin (19/12/2022).
Sebelumnya KPK juga telah menetapkan dan mengumumkan 13 orang sebagai Tersangka, yakni SD GS, PN, GS, RN, ETP, DY, MH, NA, AB, YP, ES, HT, dan IDKS. Seluruhnya telah dilakukan penahanan.
“Untuk kebutuhan dari proses penyidikan, Tim Penyidik saat ini menahan Tersangka EW selama 20 hari pertama, dimulai tanggal 19 Desember 2022 s/d 7 Januari 2023 di Rutan KPK pada gedung Merah Putih,” ujar Firli.
Adapun konstruksi perkara diawali adanya gugatan PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) ke Pengadilan Negeri Makasar yang diajukan oleh PT MHJ sebagai pihak Pemohon dengan Yayasan Rumah Sakit SKM (Sandi Karsa Makassar) sebagai Termohon.
Langkah berikutnya yaitu KPK meningkatkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan Tersangka EW, Hakim Yustisial / Panitera Pengganti Mahkamah Agung.
Selama proses persidangan sampai dengan agenda pembacaan putusan, Majelis Hakim kemudian memutuskan bahwa Yayasan Rumah Sakit SKM dinyatakan pailit dengan segala akibat hukumnya.
Atas putusan tersebut, pihak Yayasan Rumah Sakit SKM lantas mengajukan upaya hukum kasasi ke MA yang salah satu isi permohonannya agar putusan ditingkat pertama di tolak dan memutus Yayasan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit.
“Sekitar Agustus 2022, agar proses kasasi ini dapat dikabulkan, diduga perwakilan dari Yayasan Rumah Sakit SKM yaitu Wahyudi Hardi selaku ketua yayasan melakukan pendekatan dan komunikasi intens dengan meminta MH dan AB selaku PNS pada MA untuk membantu dan memonitor serta mengawal proses kasasi tersebut yang diduga disertai adanya kesepakatan pemberian sejumlah uang,” sebutnya.
Sebagai tanda jadi kesepakatan, diduga ada pemberian sejumlah uang secara bertahap hingga mencapai sekitar Rp3,7 Miliar kepada EW yang menjabat Hakim Yustisial sekaligus Panitera Pengganti MA yang diterima melalui MH dan AB sebagai perwakilan sekaligus orang kepercayaannya.
Untuk serah terima uang diduga dilakukan selama proses kasasi masih berlangsung di MA. Adapun pemberian sejumlah uang tersebut diduga untuk mempengaruhi isi putusan dan setelah uang diberikan maka putusan kasasi yang di inginkan Wahyudi Hardi dikabulkan dan isi putusan menyatakan Rumah Sakit SKM tidak dinyatakan pailit.
Para Tersangka disangkakan melanggar, untuk tersangka EW bersama-sama MH dan AB disangkakan melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a dan b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
“KPK berkomitmen untuk menyelesaikan setiap pengembangan perkara, agar penegakkan hukum tindak pidana korupsi dapat dilakukan secara tuntas, efektif, dan efisien. Sehingga segera memberikan kepastian hukum bagi para pelakunya,” komit Firli.
Ia juga mengatakan, korupsi di sektor peradilan, telah mencederai marwah penegakkan hukum di Indonesia, maka KPK tidak berhenti hanya pada upaya penindakan saja.
KPK kata dia akan terus melakukan upaya pencegahan melalui kajian dan pendidikan melalui pembekalan antikorupsi bagi para penegak hukum.
“Guna mendukung perwujudan tata kelola peradilan yang transparan, akuntable, dan bersih dari praktik-praktik korupsi.” Pungkasnya. (*)